Minggu, Desember 09, 2007

Temon Usai Kerja

Temon, supervisor gudang
Sejak kemarin belum pulang
Masih banyak kerjaan
Atasan tak mau tahu, semua harus diselesaikan

“Pak, kopi…
Biar tak mengantuk kami.
Pak, nasi…
Atau kami kerja setengah hati”

Anak buah bergelimpangan, lelah
24 jam tanpa henti,
Bayangan akhir bulan tambahan sedikit upah
Jadi penghibur mewah

“Coy, apa yang kau cari?”


Temon menggeleng
Lelah

Minggu depan menunggu
Rutinitas yang sama
Rasa jemu yang sama
Berjibaku dengan peluh dan waktu
Disaat orang lain damai bersama keluarga

“Coy, apa yang kau nanti?”


Temon menatap kosong
Kalah

Ironi menari-nari di pelupuk mata Temon
Anak buah tak berkeluh kesah, senang malah

Ekstra 100-200 ribu menanti
Di akhir gajian nanti

“Coy, apa yang kau dapatkan?”

Temon menangis dalam diam

Inikah hidup?
Orang kecil mesti berjuang
Dengan hasil kecil tak sepadan
Melampaui batas manusiawi
Menahan kantuk dalam seteguk kopi
Dan sejumput nasi

Orang besar tak berpeluh
Santai di kursi malas dalam sejuk ruang tengah
Mendapat berpuluh kali lipat rupiah
Dengan mudah, sangat-sangat mudah

Hingga tiba di ujung pekerjaan
Temon tak kunjung dapat jawaban

Dimana keadilan
Atau justru ini bentuk keadilan
Apakah sudah takdir
Atau sudah enggan berubah dan berpikir
Berkubang dalam rasa cepat puas
Enggan melangkah menembus batas

Temon termangu
Lelah

Tapi tak sudi kalah







Rabu, Desember 05, 2007

Merly The Peach Girl





Berapa waktu yang dibutuhkan
untuk jatuh cinta padamu?

Sedetik saja

Berapa lama untuk menyadari
Kau sangat berarti?

Satu kali purnama

Berapa masa harus dilalui
Untuk mengobati 

luka hati?

Bertahun-tahun hingga kini

Berapa waktu

Berapa gemuruh dan deru
Untuk melupakanmu?


Selamanya

Capung di Atas Kap Mobil

Capung di atas kap mobil
Di tengah lalulintas padat jalan raya
Capung mencari jalan pulang
Ke sawah dan padang terbuka
Yang kini sudah tak ada

Capung boleh menangis?

Boleh.
Airmatanya berderai
Menjadi aspal.
Menghubungkan kota-kota
Jembatani kata-kata

Capung boleh memaki?

Boleh.
Makiannya membahana
Jadi rambu lalu lintas
Jadi papan iklan raksasa

Capung di atas kap mobil
Rindu alam sahaja
Mencari jalan pulang
Bingung membaca peta

Bagaimana capung mati?

Mati diterjang
Bis melaju kencang

Tewas ditebas
Sayap pesawat melandas

Mayatnya lalu kering. Dikelupas jaman
Rangkanya jadi batu
Tiang utama gedung tinggi.

Kemana anak cucu mencari capung?

Di museum. Prasasti.
Legenda. Dongeng Ibu untuk putranya.
Di buku sejarah.

“Konon dulu kala, ada makhluk bernama capung.
Dan dia akhirnya musnah untuk selamanya…...”

Minggu, November 25, 2007

Aksi Motor Jaman Sekarang

Selap-selip selap-selip
Gaya motor sekarang
Selap-selip selap selip
maunya sembarang

Nyelab-nyalib nyelab-nyalib
Bak aksi Mike Doohan
Nyelap-nyalib nyelab nyalib
Gagah sok jagoan

Banting ke kiri senggol yang kanan
Nyawanya satu jadi taruhan
Ngga liat kiri ngga liat kanan
Diklakson orang, bodo amatan

Kita sama-sama suka
selamat di jalan raya
sudahlah fren
bawa motor biasa aja

kita sama-sama ga suka
di jalan dapat celaka
Ingat di rumah
ada orang-orang tercinta

Adik Kecil Lari

"Bang, aku pergi
orang rumah sudah tak peduliku lagi
dikucilkan, diasingkan
sejak dulu aku selalu sendiri"

Adik kecilku sudah tidak kecil lagi
punya rasa, pikiran sendiri

entah mengapa baru kini kusadari

"Abangku empat,
semua laki-laki"

Nampaknya, semua jadi polisi
bagimu
datang saat kau membuat kesalahan
seperti dewa
punya hak untuk menunjuk hidung
"kau salah"

Adikku lari
sudah 7 hari
kemana bumi tempat malamnya beristirahat
dimana langit tempat hari-harinya lewat

Ya Tuhan.....Adik kecilku
sudah tak kecil lagi
Bocah perempuan itu
tak lagi mau selalu diberitahu

"Biarkan.... biarkan
biar kehidupan yang kan memberi pengajaran"

Keras memang
Tapi bagaimana juga
adik kecilku sudah tak kecil lagi

Sabtu, November 24, 2007

Toge goreng dan sepiring kerak telor

Aku ingin menjadi
Toge goreng dan sepiring kerak telor
Hidup boleh sulit
Tapi hati tak boleh tekor

Karena kekayaan ada dimana-mana
Di got mampet, halte bis yang terlantar
Bahkan dalam perjalanan, di atas jok motor

Dalam perjalanan
Takdir mengarahkan kita
Atau kita yang mengarahkan takdir?

Takdir... inilah ramuannya:
1. Keindahan,
Nikmati setiap detiknya
Ia menajamkan indera
Bahwa apapun yang ada di sekitarmu
Itulah keindahan itu sendiri
2. Tujuan,
Tetapkan dan kuatkan
Ia membasuh luka dan menuntun
Ke arah semula
Pengukur panjang langkah kita

Keduanya memastikan kesempurnaan rasa

Seperti halnya resep makanan
Sekedar huruf dan angka
Jika tanpa cinta

Seperti halnya
Toge goreng dan sepiring kerak telor

Jumat, November 23, 2007

Kemana orang baik pergi?

Kemana orang baik pergi?
Tidak kutemukan dalam laci
Di antara lipatan baju
Di selipan dompet
Peron kereta yang kumuh
Di bawah ketiak penumpang bis kota
Pada piring kotor restoran mewah
Di selasar-selasar mall
Bahkan di ceruk rumah ibadah

Kemana orang baik pergi?
Tidak kutemui di bangsal rumah sakit
Pendopo rumah pejabat
Lobby gedung Dewan Perwakilan Rakyat

Trotoar, hiruk pikuk perempatan
Tak kutemui di jalan terjal
Kehidupan

Kemana orang baik pergi?

Kata rakyat jelata yang kenyang dikibuli
Orang baik bersembunyi
Di gedung-gedung tinggi
Sangat tinggi hingga tak mampu lagi
Menginjak bumi

Kata para pemuka agama yang tidak terkenal dan jarang tampil di tivi
Orang baik spesies langka
Diburu dan dibunuh
Untuk diambil kulitnya
Dijadikan baju atau topeng bergaya
(konon mahal lho harganya)

Kata pendukung parpol yang kecewa
Orang baik itu asap
Terlihat sesaat, lalu lenyap
Disapu angin
Untuk kemudian muncul lagi
lima tahun kemudian

Kemana orang baik pergi!!!

Kata Kakek
Orang baik sebenarnya tidak pergi
Mereka adalah diri kita sendiri
Yang lalai dan lupa mengikuti
Kata hati

Selasa, Oktober 30, 2007

Warna-Warna Cinta*

Suatu hari seorang gadis kecil bertanya,
“Apa warna cinta, Bunda?”
“Mengapa engkau ingin tahu, anakku”, Sang Bunda tersenyum.
“Aku ingin menggambar cinta, Bunda. Aku tak tahu warnanya apa.”

Ibu muda itu membelai rambut gadis kecilnya. Ia menjawab,
“Warna cinta adalah merah, anakku.
Seperti warna merah mawar yang kau berikan
untuk Nenek yang sakit seminggu lalu.

Warna cinta adalah biru.
Seperti biru pada langit
yang Tuhan tinggikan untuk kita.

Warna cinta adalah putih.
Seperti warna boneka kelinci putih,
hadiah ulang tahun dari Ayah yang penuh kasih.

Warna cinta adalah kuning.
Sekuning pisang matang
yang kau berikan untuk adik pengemis yang malang.

Warna cinta adalah hijau.
Sehijau rimbun tanaman di kebun,
yang Bunda rawat dan sirami dengan tekun.

Warna cinta adalah bening.
Seperti air mata yang menetes saat kau mendengar perang pecah di belahan bumi lain,
saat kau teringat mereka teman-teman seumurmu tak lagi bisa bermain.

Warna cinta adalah ungu.
Seungu hidung Ayahmu,
saat marah
Kau tidak mau berangkat ke sekolah.

Warna cinta adalah hitam.
Seperti hitam mata Kakakmu
yang menatap penuh sayang walau ia menjahilimu.

Itulah warna-warna cinta, anakku.
Sebanyak warna yang kau tahu."

“Banyak sekali Bunda,” Gadis kecil bingung,
“Bagaimana aku mewarnai cintaku?”

Sang Bunda mengangkat permata hatinya itu ke dalam dekapannya,
Lalu berbisik,

“Warna apa saja, anakku sayang.
Semua adalah warna cinta.
Asalkan kau mengambil krayon tuk mewarnai,
Dari hati mungilmu yang bersih.”

Gadis kecil kini mengerti.
Ia menggambar pelangi, lalu memberinya judul
‘Aku Cinta Bunda’.

Terinspirasi Clara Ng

Senin, Oktober 29, 2007

tentang mimpi

banyak orang takut bermimpi
karena ketika terbangun, mimpi tak sama dengan realita
aku tak takut bermimpi
aku bermimpi sama bagusnya, saat tidur atau terjaga

orang takut bermimpi
ada jurang lebar antara angan dan kenyataan
aku menikmati mimpi,
menyusuri jalan sulit antara keduanya

tak penting mimpi tercapai atau tidak
bermimpi itu penting
berkeringat untuk mewujudkannya
adalah jalan-jalan pemimpi sejati

keep moving forward

Bermimpi,
Bahwa cita-cita diletak
Bersama bintang
Bahkan lebih tinggi
Sungguh tinggi hingga bagi daya imajinasi kuat saja
Yang dapat mencapai tempatnya

Lakukan,
Bahwa berhitung lama-lama
Tidak membawa kemana-mana
Berjalan, satu langkah dulu
Satu langkah lagi, lagi dan lagi
Tahu-tahu kau sudah tinggi

Tekun,
Tidak menyerah, tak gentar kalah
Menyapa kegagalan dengan ramah
Aah... ini cuma perhentian sejenak langkah
Kunci ke pintu yang benar malah
Jatuh, lalu bangun, jatuh lagi, bangun lagi
Hingga mimpi tak lagi mimpi
Cerita jadi nyata
Buat kita
Duh… buat cinta cita kita

menulis untuk memahami

menulis...
aku mengerti keadaan sekitar
memahami tiap tetes embun
dan kepul periuk si papa

menulis...
aku mengeja wajah para sahabat
setiap keping puzzle kenangan
mencerna masa lalu

aku belajar hidup