Minggu, Januari 02, 2011

BEN-BEN! BENYAMIN SAYANG (dua)


-dua-
Ceking


Aku sebenarnya sangat menyukai sekolah. Ada empat puluh orang di kelasku. Aku yang pertama yang bisa menghitung semuanya, tak ada yang terlewat. Satu... dua... tiga...  terus sampai empat puluh. Padahal aku tidak sekolah TK sebelum masuk SD. Teman-temanku semua sekolah TK sebelum masuk SD. Kata Riza, Di TK mereka belajar membaca dan berhitung, bermain perosotan dan mewarnai gambar. 
Aku bertanya kepada Bunda, kenapa aku tidak masuk TK juga seperti yang lain. Kata Bunda, aku sudah cukup cerdas sehingga tidak perlu masuk TK. Mungkin Bunda benar, buktinya aku yang pertama yang bisa menghitung sampai empat puluh. Meski begitu, pastinya menyenangkan jika aku juga bisa belajar main perosotan dan mewarnai gambar.
Ada tujuh belas anak laki-laki dan dua puluh tiga anak perempuan. Sebenarnya ada dua puluh empat jika Ibu Guru juga dihitung, tapi Ibu Guru bukan anak-anak. Cukup mudah untuk membedakan mana yang anak laki dan mana yang anak perempuan. Bila kamu memakai celana pendek berarti anak laki-laki. Bila memakai rok, berarti kamu adalah anak perempuan. Bila memakai rok yang panjang hingga kakimu tidak kelihatan, memakai jilbab dan berdiri sepanjang hari di depan kelas dan boleh memegang kapur tulis sesuka hati, berarti kamu adalah Ibu Guru.
Meski aku laki-laki, aku tidak suka anak laki-laki. Anak laki-laki gemar berteriak-teriak, atau berlari kesana kesini atau mendorong dirimu keras-keras hingga jatuh.  Aku lebih senang berteman dengan Eva, atau Melin, atau Leni. Mereka baik. Mereka suka membagiku kue atau permen waktu istirahat. Karena aku lebih senang bermain dengan anak perempuan anak laki-laki lain suka memanggilku bencong... bencong... bencong. Tapi aku tidak perduli. Aku suka anak perempuan, mereka lebih menyenangkan.
Tapi aku tidak suka Monika. Badannya sangat besar dan suaranya sangat berat seperti suara sapi. Monika seperti anak laki-laki, suka berteriak-teriak atau berlari kesana-kesini. Aku sendiri suka berlari-lari, tapi aku tidak suka berteriak-teriak atau didorong keras-keras hingga jatuh.
“Ceking!” teriak Monika kepadaku. Aku melototi Monika. Aku tidak suka dipanggil ceking. Ceking berarti badanmu sangat kurus sehingga sapu lidi Pak Maman penjaga sekolah masih lebih gemuk dibanding dirimu.
“Ceking!” teriak Monika lebih kencang, lalui tertawa-tawa sambil menunjuk-nunjuk aku. Teman-teman yang lain mulai memperhatikan ke arah kami, lalu.... Ceking!..Ceking..! Ceking..! Ceking..!
Tahu-tahu semuanya mengatai aku ceking. Poltak menunjuk-nunjuk ke arahku sambil tertawa keras. Bayong melompat-lompat sambil menjulurkan lidah. Bahkan Riza juga ikut tertawa, padahal dia anak yang cerdas.
Mataku merah. Kurasakan bulir-bulir air hangat mulai menggenang di kelopak mataku. Tahu-tahu aku maju ke depan lalu meninju Monika.
Buuuuk!
Tadinya aku mau meninju kepalanya. Tapi karena Monika sangat besar dan tinggi, akhirnya aku mengalihkan sasaran ke perutnya. Rasanya seperti memukul bantal yang sangat lembut. Aku merasa sangat kuat. Seperti Asterix, jagoan kesukaanku daftar nomor dua.
Sekilas aku melihat Monika meringis. Tapi cuma sekilas, karena tiba-tiba  mataku gelap setelah sebelumnya aku melihat cahaya yang sangat menyilaukan.
Buuuk! Buuuk buk!
Saat penglihatanku berangsur pulih, kepalaku terasa sangat sakit. Aku telentang di koridor kelas. Monika meninjuku dua kali. Yang satu sedikit di atas mata kiri, yang satu lagi di dadaku.  Saat aku mencoba bangun, aku melihat banyak bintang kecil-kecil di sekitarku.
Pulang sekolah, Ibu Guru memanggil aku dan Monika ke ruang guru. Entah bagaimana caranya, Ibu Guru tahu perkelahian singkatku dengan Monika. Pertama kali, Ibu Guru menasehati Monika agar jangan mengejek teman, karena kita sendiri pastinya tidak suka jika orang lain mengejek kita. Aku mengangguk-angguk. Setuju.
Berikutnya Ibu Guru menasehatiku. Kata Ibu Guru, lelaki yang baik tidak memukul wanita. Lelaki yang baik seharusnya melindungi wanita, meski terkadang wanita suka mengatakan hal yang tidak menyenangkan tentang kita. Kata Ibu Guru, aku lelaki yang baik. Aku harus bersikap seperti lelaki yang baik. Aku mengangguk-angguk. Aku segera membuat daftar baru begitu keluar dari ruang  guru.



Lelaki yang baik:
1.      Tidak memukul wanita, terutama di bagian perut.
2.       Melindungi wanita, meski wanita itu menyebalkan dan mengataimu ceking.

Tidak ada komentar: